Kamis, 03 November 2011

You burned their houses and then you walked away

Oleh : Sarah Ervinda (Farmasi ITB)
Bayer Young Environmental Envoy Indonesia 2011
Bayer Young Environmental Leader 2011

Beberapa waktu lalu, saya ikut suatu acara yaitu “walk with the trashmen” yang diadain sama AIESEC. Sebenernya acara ini masuk rangkaian acara lingkungan yang sedang saya jalani sih. Jadi intinya saya akan bercerita tentang pengalaman saya setelah berjalan bersama pemulung.



Namanya Ibu Yuli mungkin usianya 40 tahunan.  Ibu yang sangat baik, walaupun baru kenal dengan saya dia mau bercerita banyak. Bu yuli ini udah jadi pemulung selama 10 tahun. Dia punya anak tapi anaknya dititipin ke saudaranya. Dia enggak punya rumah, dia tinggal di pinggir rel kereta api. Beliau sempat menunjukkan rumahnya ke saya. Begitu sampai rumahnya saya kaget, nggak ada bangunan fisik sama sekali. Yang ada cuman alas dan beberapa perkakas, nggak ada lantai nggak ada atap. Ada bekas kebakaran disitu.




Ibu yuli cerita rumahnya dibakar oleh beberapa orang(saya gak bisa kasih tau disini) beberapa waktu lalu. Saat dia lagi pergi memulung, begitu kembali rumahnya udah terbakar. Sebagai informasi, dalam sehari pemulung mendapatkan uang maksimum 15 ribu, biasanya sehari sekitar 7 ribu. Tanpa belas kasihan, oknum-oknum tersebut membakar rumah Ibu Yuli. Padahal ibu ini memilik tabungan sekitar 480 ribu yang ada di rumahnya. Dan uang itu habis terbakar…

Coba kamu bayangkan betapa susahnya bagi Ibu Yuli untuk mengumpulkan uang tersebut. Saya merasakan sendiri saat saya membantu Ibu Yuli untuk memungut sampah. Setelah berjam-jam berjalan, hasil yang kamu dapatkan hanya dihargai sekitar 4000 rupiah. Di tempat lain gubuk-gubuk pemulung dibakar karena diduga area tersebut akan dijadikan taman.

Ada cerita lain, teman dari Bu Yuli. Dia berjalan sampai ke daerah Dayeuh Kolot untuk mencari sampah. Tiba-tiba hujan deras, dia tidak bisa pulang. Barang yang dia bawa berat. Tidak ada yang mau membantu mengantarkan. Dia akhirnya berjalan…

Mereka bilang fakir miskin dan anak terlantar itu dipelihara negara, ternyata masih berupa wacana. Memalukan. Tanpa pemberitahuan mereka bakar satu-satunya tempat bernaung bagi pemulung, mereka bakar hasil kerja keras yang telah mereka kumpulkan. Mereka tidak menyediakan apapun sebagai gantinya. Bukankah hak warga negara itu mendapatkan perlindungan dari negara ini. Yang ada sekarang rasa benci, rasa tidak percaya.

Suatu hari, kita harus berpikir ulang beberapa kali sebelum membeli sesuatu. Mereka makan bekas makanan yang dibuang di tempat sampah. Berapa uang yang kita keluarkan untuk makan-makan? setara dengan kerja keras mereka selama seminggu penuh. Kita harus mulai banyak berkaca kawan. Kita harus mulai menumbuhkan rasa empati. Jika pemerintah tidak bisa memberikan bantuan, kenapa kita tidak mecoba. Sebagai sesama manusia. Coba lihat dunia lebih luas, kamu memiliki masalah, tapi masalah orang lain masih banyak yang jauh lebih berat. Jika punya waktu sempatkan bermain ke gubuk mereka.

Berceritalah, bergeraklah, lakukan sesuatu!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar