Oleh: Erien Pradyta (FK Unair, Bayer Young Environmental Envoy Indonesia 2011)
Sampah plastik adalah topik BIASA. Sengaja saya caps lock supaya lebih dramatis dan pastinya menjadi perhatian. Menjadi topik biasa, bahkan mungkin sudah bukan topic lagi, saking terbiasanya kita hidup dengan plastik. Saking terbiasanya, kita seolah lupa, tuli, buta, gak peduli dengan kenyataan bahwa plastik adalah penyumbang sampah terbesar di dunia. Bagian mana sih dari kehidupan kita yang gak lepas dari plastik? Makan, misalnya. Anak kos seperti saya, pasti menggunakan plastik, mulai dari pelapis kertas coklat pembungkusnya, bungkusan es teh/es jeruk, kreseknya. Belum lagi kalo pedagangnya sopan sekali memisahkan kresek pembungkus makanan panas dengan kresek pembungkus minuman dingin. Hmm… minimal, untuk 1x makan, ada 4 lembar plastik. Oh ya, ada 1 lagi, sedotan. Sedotan itu juga plastik kan? Berarti 1x makan, ada 5 lembar plastik yang kita gunakan kemudian kita buang. Belum lagi kalau sedang di kampus. Mahasiswa dengan uang saku lebih, memilih untuk membeli air mineral atau minuman kemasan daripada membawa tempat minum sendiri dari rumah. Jelas saja, kemasannya adalah botol PLASTIK. Alasannya, lebih praktis. Praktis memang, tinggal buang. Yaaah… meskipun tidak bisa digeneralisasikan.
Saat ini, saya sedang mendisiplinkan diri saya sendiri untuk meminimalkan penggunaan plastik. Sedikit repot memang. Tapi, demi bumi yang lebih baik, kenapa tidak? Saya mulai dengan 2 langkah kecil, membawa tas belanja sendiri saat berbelanja dan tempat makan/minum sendiri. Saya terapkan pada hampir setiap kesempatan yang ada. Ada beberapa tanggapan atau kejadian lucu yang saya alami saat menjalani idealisme saya ini.
Pertama, saat membeli gorengan. Karena hasrat ngemil saya yang sangat besar, saya bawa tempat makan seperti ini, (bukan promo) :

Saya beli gorengan sebanyak Rp5000. Ternyata, gorengan yang dijual berukuran besar-besar. Hingga tempat makan saya tidak mampu menampung semuanya. Bapak penjualnya menawarkan untuk menggunakan plastik. Tapi, karena saya sudah berniat untuk mengurangi (mendekati tidak menggunakan sama sekali) plastik saya tolak dan dengan egois saya bilang, “Ya gimana caranya harus muat, pak. Saya gak mau pake plastik.” Jadilah si bapak kebingungan dengan request saya. Jadilah si bapak menumpuk gorengan saya dalam tempat makan itu, seperti ini :

Karena tempat makannya tidak bisa ditutup, tutup tempat makan itu ditumpuk di atas gorengan teratas kemudian diberi karet. Seperti burger. Untungnya waktu itu, saya juga membawa tas, sehingga tidak perlu khawatir jatuh atau apa.
Saat pergi ke mall, saya suka membeli teh susu dan minuman lainnya yang pastinya dikemas dalam kemasan plastik atau bahkan bahan seperti Styrofoam. Untuk antisipasi, saya membawa botol minum kosong. Kendalanya sekarang adalah es batu tidak cukup masuk pada lubang botol. Namun, waktu itu, saya salut dengan mbak-mbak pelayannya yang telaten memasukkan es batu berukuran kecil ke dalam botol minuman saya. Terima kasih mbak, telah mendukung idealisme saya ini.
Sedari awal, saya memang berniat untuk membiasakan diri sendiri dulu sebelum mengajak orang lain mengikuti paham saya. Gak lucu kalau saya menyuruh, menghimbau orang lain untuk diet plastik, tapi ternyata saya sendiri tidak menjalani aktivitas itu sepenuhnya. Jadilah saya berusaha semampu saya untuk TIDAK MENGGUNAKAN plastik SAMA SEKALI. Terkadang memang ada beberapa kali saya langgar. Karena itu, saya ajak beberapa teman untuk diet plastik juga, menularkan idealisme saya. Tujuannya, selain untuk memperluas kebiasaan baik, itu juga menjadi pengingat bagi saya untuk terus mengerem penggunaan plastik.
Ini beberapa orang yang sudah memulai untuk mengubah kebiasaan konsumtifnya terhadap plastik. Cekidot.
1. Shella Wardya Relandina
“Diet plastik tentunya tertular dari Erien. Untuk gak pake plastik sama sekali tentu gak mungkin. Minimal mengurangilah penggunaan plastik. Awalnya susah buat ngebiasain untuk itu, tapi lama-lama jadi kebiasaan. Diet plastik diawali dari gak pake plastik waktu belanja ke mini market, mbak-mbak kasir ada yang biasa aja, ada yang “loh, mau dibawa pake apa mbak?” “tenang aja mbak, saya bawa tas sendiri kok.”
“yang paling susah itu pas beli makan di jalan. Bagi kebanyakan pedagang, gak pake itu gak sopan, walaupun bawa tas sendiri.”
“Kebiasaan gak pake plastik terus dibawa ke kampus dengan membawa botol dan tempat makan sendiri, selain gak pake plastik juga lebih bersih dan hemat. Komentar teman-teman macem-macem, ada yang bilang sok idealis, kayak anak TK, ribet dll. Kalo buat makalah juga udah gak pake mika =D ”
2. Pradita Surya
“Sebelumnya saya sudah tahu kondisi bumi kita yang parah itu seperti apa, tapi saya memilih tidak bertindak apa-apa dengan dalih apa yang saya lakukan tetap gak bisa menyelamatkan bumi, tapi, semangat seseorang untuk mau peduli dengan harapan bumi sempat menyita perhatian saya. Suara kecilnya berteriak hampir tak terdengar demi bumi yang kita tinggali. Akhirnya saya sadar, bahwa ini bukan hanya sekedar ideologi, ini mengenai tindakan. Sekarang saya berusaha tidak meminta tas plastik untuk belanjaan saya di mini market, saya lebih memilih tas belanjaan sendiri bertema go green ramah lingkungan, emang mahal di awal tapi untuk sesuatu yang anda cintai bukankah anda tidak terlalu memikirkan itu? Jangan biarkan anda mati dan dikubur di liang lahat yang dipenuhi dengan sampah plastik, anda tidak mau kan?”
“saya juga senang karena di kantor saya sekarang diterapkan aturan mengumpulkan kertas bekas kantor yang masih layak, yang nantinya bisa untuk digunakan mencetak dokumen-dokumen nonformal (di bagian belakang kertas yang masih kosong)”
“ mungkin generasi kita belum bisa sepenuhnya menyelamatkan bumi. Karena itu, contohkanlah kebiasaan baru ini pada anak cucu kita. Karena merekalah harapan kita yang sebenarnya untuk menyelamatkan bumi ini. Kita yang membuat bumi ini sakit, maka kita jugalah yang harus menyembuhkannya. Salam Go Green.”
Kita sudah terbiasa dalam zona praktis dan nyaman menggunakan plastik hingga tidak sadar bahwa kita sendiri yang menimbun sampah di bumi kita. Jelas saja tidak sadar. Yang kita lakukan adalah MEMINDAHKAN sampah yang kita buang ke tempat yang tidak kita lihat. Yang kita tahu, sampah itu sudah berakhir di tempat sampah. Selesai. Titik. Kalau memang tidak mau menyimpan dan mengolah sampah, ya kurangilah konsumsi sampahnya. Layaknya trending topic di twitter akhir-akhir ini, #galauitusederhana maka bisa jugalah ya dianalogikan, #memulaiitusederhana
Jadi, masihkah kamu diam?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar